Ust. Rahmat Abdullah
“Bahkan manusia sangat tajam melihat dirinya sendiri, walaupun ia melontarkan berbagai alasannya” (QS.AI-Qiyamah:14).
“Bahkan manusia sangat tajam melihat dirinya sendiri, walaupun ia melontarkan berbagai alasannya” (QS.AI-Qiyamah:14).
Para penganut Al-Qur’an tak ragu
sedikitpun akan kesempurnaannya. la cahaya terang dan jalan lurus yang
mengantar kepada keselamatan dunia dan kebahagiaan akhirat. la bashirah yang begitu jernih, tajam dan akurat
mewartakan keadaan yang sesungguhnya, kemenangan yang terbentang dan bahaya
yang mengancam, dengan segala syarat, sebab dan penawarnya. la memuat sejarah
lampau, gambaran depan dan keadaan sekarang.
Namun apa yang didapat orang yang menutup
rapat-rapat matanya sendiri, dari cahaya terang di sekitarnya? Terik mentari
ditingkahi ribuan lampu sorot, tak menyelamatkannya dari terjerembab ke
pelimbahan. Sebaliknya, lihatlah tuna netra yang berjalan di gelap malam, dapat
selamat dan beroleh rizki mereka.
Allah Maha Adil, yang mengangkat sebagian
orang dengan kekurangan fisiknya dan menjatuhkan lainnya walaupun berjasad
sempurna. Tak ada makna kajian tema apa pun dalam kitab suci, sementara hati
pengajinya berjelaga. Ada tikus mati dalam kandang, ada orang kehilangan
tongkat dua kali atau terpagut ular dua kali di liang yang sama. Atau singa-singa mati
lapar di padang dan daging pelanduk dilahap serigala. Ada budak tidur di tilam
sutera, ada bangsawan berbaring di hamparan tanah.
Bila Nurani Bergetar
Berbahagialah
pejuang yang tak mengkorupsi kemenangan masa depannya, walaupun hanya dengan
sekedar rintih sesal didera lelah. Atau menumpang popularitas dengan nikmat
tanpa rasa malu kepada-Nya. Mereka yang berhati nurani tak lagi melampirkan
kesedihan, kesusahan, dan kelelahan kedalam neraca laba-rugi. Hati nurani
mereka selalu hidup dan berbinar. Begitulah kiranya ketika Alkhalil Ibrahim AS
meminta agar nabi yang dibangkitkan kelak dari keturunan Ismail AS, bertugas“….membacakan kepada mereka
ayat-ayat-Mu, mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah dan menyucikan mereka..”
(QS. AI-Baqarah:129), Allah mengijabah do’anya. Namun Ia menginginkan langkah
kedua sesudah membacakan ayat-ayat-Nya dan sebelum mengajarkan Kitab dan Hikmah,
satu kata kunci bagi keberhasilan da’wah ini, yaitu ‘menyucikan mereka‘ (QS. Al-Baqarah:151, Ali Imran:164,
Al Jumu’ah:2).
Nurani yang hidup mampu menjembatani
perbedaan dan meredam perpecahan. “Ulama akhirat tak saling
berbenturan, karena akhirat sangatlah luas. Ulama dunia selalu bertikai dan
bermusuhan karena dunia terlalu sempit untuk mereka perebutkan.”
(Imam Ghazali).
Allah menyebutkan perumpamaan ulama buruk
(suu‘) yang berhati nurani mati, seperti
Bal’am sebagai anjing, yang bila
dihalau menjulur dan bila didiamkan tetap menjulur (QS. Al –A’raf: 176). Anjing akan lari mengejar
tulang dengan sedikit daging segar. Dan tak akan tertegun memandangi perhiasan
di tangan pelempar seharga 1 milyar. Dan ketika melewati telaga, sang anjing
segera menerkam bayangan dirinya, karena mengira ada anjing lain yang menggigit
tulang. la ingin menguasai semua tulang. Alangkah rakusnya!
Siapa yang telah rasakan dunia
Aku pun telah mengenyamnya
Telah digiring kepadaku pahitgetirnya
Aku tak melihatnya selain bangkai yang membusuk
Dikepung anjing-anjing dengan hanya satu semangat: cabik
dan tarik!
Seorang imam sangat kecut dan malu ketika
ada orang datang meminta sesuatu. “Oh, dosa apa yang kuperbuat,
mestinya aku sudah menangkap hajatnya sebelum ia menyatakan permintaannya“.
Tidakkah panitia zakat merasa tersindir ketika melihat kemiskinan hanya dari
wajah pengemis profesional yang kerap menimbun harta melebihi keperluan.
Al-Qur’an telah melekatkan sifat ‘jahil’ bagi mereka yang mengira para mujahid
yang menjaga air wajahnya dengan menutup rapat-rapat penderitaan dan kemiskinan
mereka, sebagai orang kaya. Sebaliknya sifat Rasul SAW disebutkan sebagai
ma’rifah (kenal), karena dengan kejernihan bashirah mampu menangkap hakikat.
Karena itulah mereka
mendapatkan jaminan baik bagi kehidupan kelak; “Beruntunglah
orang yang tersibukkan oleh aib dirinya dari kesibukan mempersoalkan aib orang
lain. la infakkan yang berlebih dari hartanya dan menahan yang berlebih dari
perkataannya“
Kemiskinan dan kesenangan tak masuk agenda fikiran para perempuan
generasi Salaf yang melepas keberangkatan para suami.
“Hati-hati terhadap harta yang
haram. Kami tahan terhadap kemiskinan tetapi takkan tahan
terhadap neraka,” begitu pesan mereka.
Di depan iring-iringan yang membawa Imam
Ahmad bin Hambal ke penyidangan yang zalim, menghadanglah seorang perempuan. “Wahai Imam, kami perempuan-perempuan yang bekerja menenun.
Hari-hari ini serdadu sultan meningkatkan perondaan sepanjang malam dengan
obor-obor mereka. Karena kami bekerja dibawah pancaran cahaya obor serdadu
sultan zalim itu, maka hasil tenunan kami di atas atap rumah menjadi lebih baik
dan kami mendapat keuntungan tambahan. Halalkah kami memakan kelebihan untung
itu?“. Demikianlah radiasi bashirah Imam yang tak kenal kompromi
dengan kebathilan, merasuki hati nurani rakyat yang menjadi begitu sensitif.
Kematian Hati Nurani
Berapa banyak orang menguasai teori ilmu
serta dikenal dan dihormati sebagai ilmuwan dan ulama, namun kehilangan potensi
hati nurani. Bashirahnya tertutup limbah dunia, membuat cahayanya tak tembus
menerangi jalan. Para koruptor yang memiskinkan rakyat dan menguras kekayaan
bangsa untuk kepentingan diri sendiri adalah para pengkhianatyang mati rasa.
Mereka yang memproduk siaran cabul, menyiarkan kebebasan seks, membuka rumah
bordil, memproduksi dan mengedarkan tuak, candu dan madat adalah makhluk yang
padam hati nurani. Kehidupan fisik tak mampu mengimbangi busuk akhlaq mereka
yang membuat tak nyaman lingkungan. Tak ada orang yang kerasan berlama–lama
dekat mereka. Hidup menebar bau busuk dan mati menuai amal busuk.
Mereka yang keruh nurani,
selalu melihat dengan angan-angan panjang. “Seakan kematian hanya berlaku atas orang
lain“. Sejauh ini dosa dan kemaksiatan merupakan pembunuh utama
hati nurani. Hati menjadi keras membatu, watak menjadi beku dan hati menyempit.
Ayat-ayat suci tak membekas di hati, kematian tak menghasilkan ibrah, luapan
syahwat dunia semakin tak terkendali, wajah menggelap memantulkan kelam hati,
hilang semangat beramal dan lenyap kelezatan dzikir.
Lihatlah para penjual ayat
yang dengan ringan berfatwa bathil demi kekayaan diri. Do’a yang mereka
bunyikan memang benar hanya bunyi. Dan bila ada kader muslim yang merasa,
inilah zaman keterbukaan, lalu membumi hanguskan tradisi dakwah yang baik,
mereka telah membunyikan lonceng kematian bagi hati nuraninya.
Bila berpolitik, mereka hanya tahu intrik. Tak ada rasa malu merebut
posisi, dengan berhias khayalan syaithani. Akulah Yusuf yang credible
dan expert.Orang-orang seperti itu harus kerap diajak
menurunkan jenazah ke liang lahat, melepas kerabat di akhir nafas, atau
berbiduk di lautan dengan gelombang yang ganas. Bila tak mempan, takbirkan
empat kali bagi kematian hati nuraninya.(Tulisan pada rubrik Asasiyat
di majalah Tarbawi Edisi 45 Th. 4/Sya’ban 1423 H/10 Oktober 2002 M)
Departemen Kebijakan Publik KAMMI Daerah Subang
Tahun Perjuangan 2012-2014
0 komentar:
Posting Komentar