gadgetku

Rambutan Subang

Buah Rambutan Merupakan Buah Khas Subang.

Wisma Karya Subang

Pesona Sejarah Kabupaten Subang.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 12 Maret 2015

Mengenal Politik Islam

Ilmu atau teori politik Islam bersumber dan diderivasi dari Alquran. Mungkin ini dianggap klaim berlebihan, tetapi sebenarnya tidak juga. Sebab politik menyangkut banyak bidang kehidupan, sedangkan ayat-ayat dalam Alquran banyak membicarakan masalah kehidupan sosial termasuk politik. Meski ayat-ayat itu baru berupa semisal konsep, namun jika dipahami dengan penalaran yang cerdas akan ditemukan prinsip luhur berpolitik. Konsep-konsep semisal dalam ayat-ayat itu berkaitan antara satu dengan yang lain dan membentuk struktur konsep yang sistemik. Sebagai contoh konsep khalifah di bumi (QS. Al-Baqarah: 30, QS. An-Nur: 55, QS. An-Naml: 62, QS. As-Shad: 26, QS. Al-An’am: 165), berkaitan erat dengan konsep hukum dan keadilan (QS. An-Nisa: 58, 105, 135, QS. Al-Maidah: 6) dan juga kepemimpinan (QS. Ali-Imran: 118, QS. An-Nisa: 49, QS. Asy-Syu’ara: 15-152). Masalah kepemimpinan berkaitan dengan masalah musyawarah (QS. Ali-Imran: 159, QS. As-Suraa’: 38). Prinsip persatuan dan persaudaraan (QS. Ali-Imran: 103, QS. Al-Hujurat: 10) berkaitan dengan prinsip persamaan (QS. An-Nisa: 1), tolong-menolong, membela yang lemah (QS. Al-Maidah: 2, QS. At-Taubah: 11, QS. Al-Balad: 12-16), perdamaian dan peperangan (QS. An-Nisa: 89-90, QS. Al-Anfal: 61) dan lain sebagainya yang sangat komplek, sekompleks kehidupan manusia itu sendiri (Hamid Fahmy Zarkasyi, ISLAMIA, Identitas dan Problem Politik Islam, Vol. V, 2009: 5-6).
فَقَدْ آتَيْنَا آلَ إِبْرَاهِيمَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَآتَيْنَاهُمْ مُلْكًا عَظِيمًا (٥٤)
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar” (QS. An-Nisa: 54).
الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الأرْضِ أَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الأمُورِ (٤١)
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan” (QS. Al-Hajj: 41).
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا (٥٨)
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat” (QS. An-Nisa: 58).
Makna kerajaan, kedudukan, hukum, dan keadilan sebagaimana telah tertulis dalam ayat-ayat di atas adalah makna-makna yang mewakili makna politik. Menurut Muhammad Elvandi, politik yang berarti pengelolaan urusan manusia sangat memadai untuk kalimat-kalimat tersebut, juga untuk makna-makna serupa yang sangat banyak di dalam Alquran. Betul bahwa istilah politik atau as-siyasah tidak tercantum di dalam Alquran, tetapi prinsip-prinsip politik sangat ditekankan di dalamnya sebagai pegangan manusia dalam berinteraksi di tengah masyarakat luas.
Jika dalam Alquran terdapat esensi politik walau tidak ada sama sekali istilah politik atau as-siyasah maka dalam Hadits, politik dalam konteks pengeloaan manusia terdapat dalam Hadits riwayat Imam Bukhari dari Abu Hurairah r.a.:
كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الأَنْبِيَاءُ
Artinya: “… (Zaman dahulu) Bani Israil itu dipimpin oleh para Nabi”.
Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Fathu Al-Bari, sebagaimana dinukil oleh Muhammad Elvandi bahwa kata yasusu yang menjadi akar kata as-siyasah dalam Hadits shahih tersebut menunjukkan bahwa masyarakat harus memiliki seseorang yang mengelola dan memimpin masyarakat ke jalan yang benar, dan membela yang teraniaya dari para pelanggar.
Siyasah (politik) secara bahasa berarti mengelola, mengatur, memerintah, dan melarang sesuatu. Yusuf Qardhawi mengartikan politik adalah semua yang berhubungan dengan pemerintahan dan pengelolaan masyarakat madani. Kemudian Abdul Wahab Khallaf mendefinisikan siyasah sebagai pengelolaan masalah umum bagi Negara bernuansa Islam yang menjamin terealisasinya kemaslahatan dan terhindar dari kemudharatan dengan tidak melanggar ketentuan syariat. Selanjutnya dalam buku As-Siyasah Al-Hakimah, sebagaimana dinukil oleh Abdul Hamid Al-Ghazali dalam bukunya yang berjudul “Pilar-pilar Kebangkitan Umat” dijelaskan bahwa Ibnu Qayyim mendefinisikan politik adalah semua aktivitas yang mendekatkan manusia kepada kemaslahatan dan menjauhkan dari kerusakan, meskipun tidak pernah ditegaskan oleh Rasul dan tidak pernah disinggung oleh wahyu yang diturunkan, karena semua jalan yang bisa mengantarkan kepada keadilan, maka jalan itu adalah bagian dari agama ini (Islam).
Dalam tradisi Arab, orang yang memegang kekuasaan secara politik adalah orang yang mengurusi urusan rakyat, mengaturnya, dan menjaganya. Kemudian yang lebih menarik adalah bahwa ternyata politik itu tidak identik dengan kekuasaan dan memanfaatkan orang lain untuk kepentingan pribadi atau golongan. Dalam kitabMu’jamu Lugghatil Fuqaha jilid 1, hal: 237, sebagaimana dinukil oleh Jasiman, bahwa dalam hal siyasah ada dua kata kunci yang dapat diambil dari kamus bahasa para fuqaha, yaitu cinta dan pelayanan.
Dalam sejarah peradaban Islam, telah banyak ulama-ulama klasik yang menulis berkaitan dengan masalah politik. Seperti Ibnu Abi Rabi (w. 842M) menulis buku berjudul Suluk al-Malik fi tadbir al-Mamalik, Al-Farabi (w. 339H/ 950M) menulis buku Ara Madinat al-Fadhilah, Al-Mawardi (w. 450H/ 1058M) yang menulis teori politiknya dalam buku berjudul Al-Ahkam al-Sultaniyah, Al-Ghazali (w. 505H/ 1111M) menulis buku berjudul Al-Tibrul Masbuk fi Nasihat al-Muluk, dan Ibnu Taimiyyah (w. 728H/ 1328) menulis buku Al-Siyasah al-Syar’iyyah.
Islam sebagai agama yang komprehensif telah banyak berbicara terkait seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk politik. Oleh karenanya antara agama dan politik tidak ada sekularisasi (pemisahan). Sebagaimana pandangan seorang ulama kontemporer, yaitu Hasan Al-Banna, bahwa politik tidak terlepas dari Islam. Hal demikian berangkat dari pemahamannya bahwa Islam mencakup dan mengatur seluruh aspek kehidupan manusia di mana politik adalah sebagian diantaranya. Memisahkan agama dari politik atau memisahkan politik dari agama sama saja dengan memisahkan agama ini dari kehidupan sebagaimana yang dilakukan oleh kaum sekuler. Atas dasar itu, secara tegas Hasan Al-Banna mengatakan bahwa seorang muslim tidak akan sempurna keislamannya kecuali bila ia menjadi politikus, memberikan perhatian terhadap problematika umat, dan peduli kepadanya. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa setiap organisasi keislaman harus menjadikan kepedulian terhadap problematika politik umat sebagai program utamanya, dan bila tidak maka ia sendiri masih perlu untuk memahami Islam itu sendiri.
Daftar Pustaka:
Al-Ghazali, A. H. (2009). Pilar-pilar Kebangkitan Umat: Intisari Buku Majmu’atur Rasail. (M. Badawi, Penyunt., K. A. Faqih, & Fachruddin, Penerj.) Jakarta: Al-I’tishom.
Elvandi, M. (2011). Inilah Politikku. (Jasiman, & A. Ghufron, Penyunt.) Solo: Era Adicitra Intermedia.
Jasiman. (2012). Rijalud Daulah: Mempersiapkan Pejabat Publik yang Merakyat. (A. Ghufron, Penyunt.) Solo: Era Adicitra Intermedia.
Zarkasyi, H. F. (2009). Identitas dan Problem Politik Islam. ISLAMIA , V.


Sumber dikutip dari : Dakwatuna

Penulis                    : Fazar Romadhon

Rabu, 11 Maret 2015

“Menuju Ulang Tahun Subang, Jalan Subang Masih Pada Bolong”


Sudah satu tahun lebih Pasangan Bupati dan wakil bupati Subang yaitu Bapak Ojang Sohandi, S.S.T.P., M.Si. dan Hj. Imas Aryumaningsih, S.E memimpin Kabupaten Subang. Harapan besar rakyat subang dalam hal perbaikan sangatlah tinggi kepada pemimpin subang yang baru, setelah kepemimpinan sebelumnya yang terjerat kasus korupsi. KAMMI Daerah Subang melihat kurangnya perbaikan-perbaikan subang dalam banyak hal, terutama masalah perbaikan sistem pemerintahan (pelayanan publik) serta perbaikan infrastruktur jalan yang signifikan dalam mewujudkan kesejahteraan untuk rakyat subang. Pada ulang tahun kabupaten Subang pada april tahun 2015 ini seharusnya jadi momentum pemimpin subang untuk mengintropeksi ke dalam terkait kondisi subang yang sangat jauh ketinggalan dalam segi infrastuktur terutama di bandingkan dengan Kabupaten tetangga yaitu Purwakarta dan Karawang.


Masalah jalan menjadi permasalahan serius yang tak pernah kunjung selesai di kabupaten Subang, hampir merata pada 30 kecamatan kondisinya memprihatinkan. Padahal infrastruktur juga berpengaruh penting bagi peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia, antara lain dalam peningkatan nilai konsumsi, peningkatan produktivitas tenaga kerja dan akses kepada lapangan kerja, serta peningkatan kemakmuran nyata dan terwujudnya stabilisasi makro ekonomi, yaitu keberlanjutan fiskal, berkembangnya pasar kredit, dan pengaruhnya terhadap pasar tenaga kerja.  Padahal jalan merupakan salah satu motor penggerak ekonomi masyarakat. Bagaimana masyarakatnya bisa berdaya kalau biaya pengantaran barang lama dan ruksak jalannya !!!. Sudah saatnya para pemimpin subang tidak mengedepankan pencitraan dipublik karena itu sangat mengiris hati rakyat subang yang hari ini belum mendapatkan pelayanan maksimal dari Pelayannya ( Bupati dan Wakil Bupati) yang kelihatan cenderung tidak merakyat (merasakan penderitaan rakyat). KAMMI daerah subang akan terus mengingatkan semua pihak, siapapun yang menghambat perbaikan Subang,  karena subang adalah amanah anak cucu kita !!!.





Demokrasi Untuk Rakyat ???


Demokrasi seolah kata yang tidak aneh dalam transformasi sistem kehidupan politik Indonesia, walaupun dalam sejarah historis politik bangsa ini kita pernah melaksanakan politik yang paling demokratis pada tahun 1955. Setelah peristiwa reformasi tahun 1998 harapan untuk menciptakan masyarakat adil makmur dan sejahtera tumbuh seiring masifnya gerakan mahasiswa dan rakyat untuk mewujudkannya. Inilah Indonesia sebagai negara Demokrasi terbesar katanya, walaupun sejak reformasi 1998 ternyata gambaranya tidak seindah yang diharapkan, produk dan output dari hasil pemilihan tahun 1999, 2004, 2009 dan 2014 ternyata semakin menyumbang para terpidana baru kasus korupsi baik itu dari Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif, ini merupakan indikasi bahwa demokrasi  kita tidak sehat.
Seruan dan ajakan yang selalu di dengungkan oleh para politikus untuk memilih mereka, dan beribu janji yang diberikan kepada masyarakat ternyata memberikan dampak pada semakin meningkatnya ketidakpercayaan rakyat terhadap mereka, karena Kondisi nyata yang terjadi bahwa masyarakat hanya menjadi objek dalam memuaskan hasrat kekuasaan para politisi negeri ini. Seharusnya para politisi berhenti sejenak untuk lebih banyak mendengar kondisi realitas dan keluhan rakyat, ya budaya mendengar para pemimpin kita seolah tertutup bahkan hilang ditelan jurang keserakahan dan ambisi kekuasaan.  Dalam hal ini kita ke depan akan melihat bahwa partai yang gagal dalam pengembangan demokrasi dan mengabaikan kepentingan rakyat, akan kehilangan kepercayaan dari rakyat dan menenggelamkan dirinya sendiri.

Sekarang kita sebagai kekuatan terbesar dalam demokrasi yaitu rakyat (civil society) dapat menyatukan kekuatan dalam mendorong, mengawasi dan mengawal pemerintahan sehingga dapat berkualitas untuk terbentuknya Good Goverment dan Clean Goverment. Dalam menghadapi demokrasi ini harus ada revolusi meningkatkan kesadaran berpolitik, kita catat dan dengarkan ucapan janji para penjabat (penguasa) yang kelak jika tidak ditepati maka kita bisa lakukan impeachment. Rakyat Indonesia hari ini sudah mengalami masa demokrasi yang panjang, umur yang boleh dikatakan cukup dewasa sebagai masyarakat demokrasi yang seharusnya bisa cerdas dalam melihat, menganilisa dan mengkritisi kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat Indonesia. Rakyat harus menang, wujudkan Indonesia maju dan berkeadilan !!! Reformasi belum usai kawan.


PD KAMMI DAERAH SUBANG
DIVISI KEBIJAKAN PUBLIK