(Catatan Untuk yang Kehilangan
Keaslian)
Oleh: Syamsudin Kadir
Betapa hatimu semakin keras
sekeras bahkan lebih keras dari batu. Kesombongan dan bangga-bangga diri
terlalu sering mendominasi sikap dan penyikapanmu dalam melangkah di setiap
harinya. Penyakit sekaligus virus riya’
kadang melingkari amal dan aktivitasmu. Kehadiranmu di ruang tarbawi
(pengkaderan) dan ruang amal serta rapat (syuro’) hanya dianggap bahkan
dijadikan sebagai batu loncatan untuk mendapatkan penghargaan manusia: semacam
dapat amanah anu dan anu, atau bahkan sanjungan. Semuanya dilampaui tanpa tahu
diri. Lalu, inikah yang membuatmu berbangga sambil riya’ dan merendahkan
saudara seiman dan para kader yang menanti teladan? Apakah ini juga yang
menjadi pakianmu di saat dirimu menjadi qiyadah (pemimpin) yang lelah
dan berkeringat dalam merumuskan dan mengarahkan semua kebijakan stratgis
grakan dakwah? Apakah tidak cukup bagimu kritikan indah dari pernyataan seorang
kader berikut ini? “Akhi, ana malu aktif lagi, karena ana melihat ada alumni
pengurus yang satu hari penuh tidak tilawah, bulsit dengan amal yaumi aktivis
dakwah. Ana ga mendapatkan keteladanan dalam banyak hal seperti kata-kata,
sikap dan sapaan.”
Ini bukanlah kisah onggokan yang
tak bermakna dan ogah untuk diperhatikan. Ini merupakan kenyataan yang sudah
mendiami sebagian besar benak kader yang sempat diajak ngobrol oleh alumni
pengurus wajihahnya. Dan itu semua adalah cambuk bagimu yang terlampau
lama tengglam dalam lautan nista. Agar engkau lebih tahu bahwa dirimu di hati
para kader dan aktivis dakwah selain dirimu bukan siapa-siapa, di saat engkau
merasa bahwa engkau punya nama dan tempat penghormatan, atau bahkan bisa
menentukan kebijakan.
Untukmu yang suka dan hoby sombong di jalan dakwah ini. Yang engkau
peroleh dari sini, dari jalan dakwah ini hanya itu, setelahnya engkau akan
mendapatkan penghargaan manusia kemudian engkau mati dalam keadaan hatimu busuk
seperti bangkai. Hata engkau merasa orang penting. Fisikmu hidup tapi hatimu
tersiksa dunia dan penghargaan para penghuninya. Jika itu yang engkau cari,
maka engkau lebih sesat dan tersesat dari binatang yang sering engkau hina,
seperti anjing, babi, kera dan sejenisnya.
Lalu, apakah itu yang membuatmu tak merasa kecil di depan
banyak orang yang boleh jadi lebih ikhlas untuk beramal dalam ruang dakwah ini?
Atau apakh itu yang membuatmu merasa paling baik amalnya di hadapan Allah?
Adalah kebulatan tekadmu dulu
ketika awal-awal masuk dalam ruang gerakan dakwah ini telah kau gadai dengan
kepalsuan dirimu dalam beramal. Keaslian dakwah islam engkau jual untuk dunia
atas alasan ijtihad dan pilihan darurat yang tak jelas ujungnya. Bermaksiat
dalam kemasan aktivitas tidak membuatmu merasa bersalah dan terhina. Padahal
hatimu sedang dikuasai oleh syetan yang memang
sudah berjanji mengganggumu untuk tidak ikhlas dalam beramal. Karena
bagimu kini, keikhlasan adalah pajangan penghormatan dan penghargaan manusia,
atau bahkan dari onggokan sumpah serapah dirimu sendiri. Lalu, adakah engaku
sadar dengan itu semua? Kalau engkau tidak merasa, cukuplah lisan dan sikap
banyak kader atas sikap dan sifatmu menjadi bukti nyata bahwa dirimu adalah
sampah dakwah yang pura-pura memakai baju dakwah. Ibadahmu jauh dari kuantitas
dan kualitas ibadah para kader yang engaku remehkan. Amal sholehmu juga sangat
sedikit, sehingga maksiat dan kesombonganmu lebih banyak dari keikhlasanmu
dalam beramal. Lalu, apakah engkau sadar jika itu adalah baju yang sedang
engkau pakai sekarang? Jika tidak, maka engkau memang layak dikuburkan sebelum
malaikat maut menjemput ruhmu yang masih bersamamu. Atau engkau tak merasakan
apa-apa? Jika tidak juga, maka engkau adalah manusia tengil yang mesti bertobat
atau engkau tetap dalam kenyataan: mati dalam kehidupan fisikmu.
Betapa sedihnya dirimu yang
mengaung dan berbusa di mana-mana: di kotsan, di kampus, di rumah bahkan di
berbagai tempat dengan lisan tanpa makna. Kata-katamu kering tak berbekas.
Lisanmu cerdas, tapi ruhmu kering. Engkau merasa memiliki sesuatu, namun yang
mendengarmu bilang kalau engkau tak punya apa-apa. Engkau habiskan waktumu tuk
bermain-main atau mungkin membaca dan aktivitas lain, namun berapa ayat
al-Qur’an yang kau renungi setiap harinya? Berapa buku Manhaj Tuga Baca yang
engkau baca dan pahami? Jadwal membicarakan dunia telah mendominasi jadwal
hidup dan gerakmu. Namun ayat Allah nyaris bahkan sering engkau lupakan.
Kalaupun engkau tilawah dan merenungi beberapa ayat, itu bukan karena rindu
dengan ayat-ayat itu. Tapi karena engkau takut jika di ruang tarbawi
(pengkaderan) engkau dianggap kader biasa gara-gara engkau tak memenuhi tugas
bulanan atau pekanan ini. Engkau menjadikan ayat-ayat Allah itu sebagai
mantra-mantra tanpa dipahami dan direnungi isi dan pesannya. Engkau tuli bahkan
hatimu buta dengan ketegasan ayat-ayat itu dalam mengingatkanmu agar tidak
lalai dalam hidup. Agar engkau berilmu sebelum beramal. Agar engkau mendalami
ilmu. Apalah lagi engkau memakai baju baru bahkan mungkin sudah menjadi baju
lamamu: Aktivis Dakwah. Engkau justru telah merusakan dan mengotori baju besar
itu. Yang wanginya hanya diperoleh dengan ilmu, amal dan keikhlasan. Lalu,
dengan itu engkau menjadi sombong. Itu cukup bagi siapa-siapa bahwa engkau
bukan siapa-siapa, pada saat engkau merasa di mana-mana dan siapa-siapa bahkan
di atas siapa-siapa. Wallahu a’lam.
KADERISASI KAMMI SUBANG
TAHUN PERJUANGAN 2012-2014
KAMMI DAERAH SUBANG "APAPUN YANG TERJADI KAMI TETAP TUMBUH DAN BERKEMBANG" |